DARI KRAKATAU KE KRAKATAU
I.
1883 ALLAH SWT PERINTAHKAN KRAKATAU.
Dari sekian
jumlah gunung berapi yang aktif di Indonesia dan berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup diantaranya adalah: Gunung Talang,
Gunung Galunggung, Gunung Merapi, Gunung Krakatau. Gunung Krakatau menurut catatan para ahli Vulkanik dikatakan bahwa
letusan Krakatau sangat berbahaya, karena
selain lahar panasnya, abu vulkanik yang mengganggu pernapasan manusia dan merusak
tumbuh-tumbuhan juga mematikan binatang peliharaan, tapi getaran letusannya
dapat menimbulkan gulungan ombak yang tingginya mencapai puluhan meter dan
dapat menjangkau puluhan kilometer gelombang air tsunami. Peristiwa 1883, meletusnya
Gunung Krakatau, sangat mengerikan, memporak
porandakan tatanan alam kehidupan manusia sepanjang garis pantai selat sunda musnah
seketika, disapu bersih oleh gulungan ombak, dan ribuan kilo meter area daratan
atau lautan jaraknya dari pusat bibir gunung sumber abu Vulkanik, abu Krakatau dapat
menutupi area tersebut bahkan saking panasnya akan menghanguskan seketika. Bani
Adam yang telah lama menetap di sepanjang pinggiran pesisir pantai selat sunda,
nyaris tak tersisa, kehidupan yang mereka bangun dan mereka tata sirna ditelan
gelombang, keharmonisan rumah tangga, ketulusan kasih sayang suami istri
menguap hilang mening galkan jasad kaku terkapar diatas puing-puing bangunan, tinggal
jadi kenangan, canda tawa, senda gurau,
gelak tawa anak, dan tangisan si kecil tinggal bayangan, rengekan buah hati
ketika meminta mainan lenyap tinggal dalam bayangan yang sering melintas tanpa wujud,
menambah kesedihan mendalam, rasa rindu yang sangat dalam, akan menyuburkan
luka dalam, karena yang dirindukan tak akan datang sampai kapanpun kecuali keber
samaan ada dalam satu alam yaitu alam persamaan alam Akhirat. Hanya keimanan
dan kedekatan kepada Allah swt. yang akan merubah kondisi hati kembali seperti
semula, tapi tetesan air mata yang selalu setia mengawani hidupnya, hendaknya
dijadikan peringatan dan pengajaran buat masa kehidupan yang akan datang. Ingatan
akan keindahan sebelum peristiwa Tsunami akibat letusan Krakatau. Kegelisahan dan harapan, sehabis peristiwa
dahsyat tersebut, dimana air laut mulai surut berganti banjir air mata, sisa-sisa tenaga yang ada dan belum jelas
kegunaannya, persediaan iman yang semakin menipis, membuka peluang kekufuran
putus asa, Taqdir Ilahy yang sulit diterima, membuat sela peluang penggoda tuk
bergabung berbuat syirik dan benci pada Taqdir Ilahy, dengan sisa-sisa Iman
pada Allah Sang Pengusa, memohon pada-Nya agar di selamat kan dari ancaman
putus asa’, walau ancaman letusan susulan Krakatau akan terjadi lagi. Berusaha tegar
melangkahkan kaki mencari buah hati mudah-mudahan masih bernafas. Setiap mata nya
memandang kemana arah mayat-mayat yang bergelimpangan, antar perasaan ingin tahu
nasib anak semata wayang dan istri yang telah melahirkan empat tahun lalu, bertambah pedih hatinya saat membalikkan tubuh
anak kecil sebaya dengan putra kesa yangannya, ternyata anak tersebut adalah
kawan bermain buah hatinya, yang sedang dicari-cari olehnya, detak jantung
didadanya menurun saat, kemudian matanya menatap mayat perempuan setengah baya,
iapun men dekat dan segera menghampiri sosok mayat tersebut, ia amati wajah dan
pakaian yang menempel dibadan mayat, terpukul hatinya, terbayang nasib anak dan
istrinya, ternyata ibu mertua yang sering menggendong anaknya, menyuapi dan
memandikannya telah tak bernyawa lagi, terkenang akan janji setia yang
diucapkan pada istrinya untuk bersabar menunggu kemurahan Allah swt. kapan Allah
akan mengabulkan permohonanya. Ke inginan mendapatkan keturunan, adalah
merupakan impian setiap pasangan suami istri. Betapa riangnya pasangan ini saat
mendengar kabar dari istrinya bahwa yang diharapkan selama ini akan segera lahir maka semangat usahapun bertambah, sehingga apa
permintaan istri yang sedang mengandung anaknya
ia usahakan demi memenuhi permintaan jabang bayi yang sedang dikandung
istrinya. Empat tahun kemudian Allah swt.
berkehendak berbeda dengan hamba-Nya, sehingga mereka mangalami kesulitan untuk
membeda kan antara ni’mat dan adzab, seperti yang dialami bapak Darman yang
anak dan istrinya menjadi korban Tsunami. Ya Allah kenapa aku tidak Engkau ikut
sertakan saja bersama anak istriku ‘’ keluhnya pada Allah’’, seakan ia putus
asa, tak berarti rasanya hidup ini ya Allah ‘’tambahnya’’ setelah ia mencari dengan
rasa cemas dan putus harapan, tiba-tiba ia teringat akan warna baju yang ia hadiahkan
pada mereka, pakaian yang dibelinya dari Cirebon waktu ia pulang menengok
embahnya, dengan mata yang berkaca-kaca tak dapat menahan kepedihan,
ditinggalkan oleh dua orang yang sangat dicintainya, ia curahkan seluruh jiwa
dan raganya, kasih sayangnya hanya untuk mereka berdua, Tsunami Krakatau merampas
serta merebut bahkan memisahkan dari kehidupannya dengan trag dan kejam rasanya
alam ini. Dalam kepedihannya, tiba-tiba pandangan matanya tertuju pada dua sosok
mayat yang berpelukan keduanya dengan erat, iapun mendekati sambil berharap,
mudah-mudahan dua sosok tersebut bukan kedua buah hatinya yang sedang dicarinya
selama ini. Dengan menahan kepedihan hati agar tetap dapat memotifasi raga,
namun kiranya kerinduan yang dalam melunakkan seluruh tulang dan urat, tak
mampu menyaksikan kenyataan sebenarnya, bahwa dua mayat tersebut adalah benar nyata
anak dan istrinya, yang sedang ia cari selama ini. Dengan rasa penyesalan yang
amat ia berkata dalam keluhnya ‘’kenapa aku tinggalkan mereka berdua’’ sambil
meratapi nasib. Akhirnya dua sosok mayat tersebut dimakamkan dalam satu liang
kubur, di atas tanah wakaf kuburan Makam buyut Arman bin Djayama nama salah satu
tokoh bersejarah di masyarakat kampung Citangkil Desa Warnasari Kecamatan
Pulomerak Kewedanaan Cilegon, yang terletak di belakang rumah Yai Abdullah si
penjual daun kawung, dan seberang jalan rumah Yai Syafe’i pemilik sado atau
delman langganan H. Abdul Madjid bin Sakim. Makam Buyut salah satu nama tanah
wakaf kuburan yang terluas juga tertua di Citangkil.
II.
DIBALIK ANIMISME
DAN DINAMISME .
Manusia yang pertama kali
menghuni kampung Citangkil adalah mereka yang bekerja keras siang malam, dengan
membuka hutan, membabat rumput, alang-alang, bebarongan, jeruju atau tumbuhan berduri, serta tumbuh-tumbuhan
yang tak berbuah, berbahaya bagi manusia, hewan peliharaan atau tanaman
pertanian juga perkebunan. Dengan dibukanya lahan tersebut, diharapkan dapat
menetap dalam jangka waktu yang lama dan tidak
berpindah tempat lagi, sebagaimana yang sering mereka lakukan sebelumnya
ketika mengalami kebosanan tinggal, kehabisan
swasembada bahan pangan, atau karena pergantian musim. Juga diantara orang yang
pertama kali tertarik untuk tinggal didaerah dekat pantai adalah yang mempunyai
keinginan untuk meningkatkan ‘ILMU KANORAGAN’ ilmu kekebalan tubuh agar tak
mempan senjata tajam, panah, tombak, pisau, ditakuti orang, bahkan dapat
menutupi diri dari pandangan mata lawan. Konon ceritanya ada tempat pertapaan ”Watulunyu”
orang menyebutnya, banyak orang berdatangan dari berbagai daerah dengan tujuan
untuk bertapa, mencari pesugihan atau kekayaan tanpa mengeluarkan tenaga dan
keringat. Adapula tempat sesembahan atau pemujaan, dimana orang-orang juga
mendatangi tempat tersesebut dengan membawa berbagai macam benda atau barang
yang diantaranya, kembang tujuh rupa dan warna, telor ayam kampung, kemudian
ditaruhnya dibawah pohon yang sangat
amat besar dan batangnya menjulang tinggi, bercabang, juga beranting sangat
banyak, hingga kelebatan daunnya menambah keangkeran, pohon tersebut adalah
pohon “KEPUH” yang kini diabadikan menjadi nama sebuah kampung yaitu kampung
Kepuh yang secara wilayah masuk kedalam wilayah Lebak Kelapa Kecamatan Pulo merak
1800-1999, dan kini masuk kedalam wilayah
Kecamatan Citangkil setelah pemekaran dari Kecamatan Ciwandan. Pohon
Kepuh tersebut dikencingi lalu ditebang oleh seorang tokoh agama Islam yang
bernama KH. Jalaluha yaitu kakak KH. Ali Jaya murid KH. Sa’i pengasuh Pesantren
Delingseng Kebonsari dan KH. Syam’un merupakan salah satu santri beliau. Sejak
kedatangan warga dan pasukan dari daerah kerajaan Islam Demak dan kesultanan
Cirebon, yang sebagian mukim bersama keluarganya maka kemasyarakatan dan adat
kebiasaan masyarakat berangsur berubah, keyakinan dan kepercayaan pada animisme
dan dinamisme bergeser pada ajaran agama
Islam. Mereka juga mendiami daerah-daerah pesisir pantai Pontang, Bojonegare,
Merak, juga wilayah sepanjang Cigading Anyer, mereka datang diperkirakan jauh
sebelum Gunung Krakatau meletus.
III.
DARI
KRAKATAU KE KRAKATAU
Pemerintah Pusat, pada tahun 1970-an melalui Pemerintah Daerah
Tingkat I Gubernur Jawa Barat merencanakan perluasan Pabrik Baja. PT. KRAKATAU
STEEL di wilayah Kecamatan Pulomerak Kewedanaan
Cilegon Kabupaten Serang propinsi Jawa Barat. Setelah dilakukan berbagai macam
kajian, baik dari sisi politis, geografis, ekonomis, keamanan, bahwa wilayah Kecamatan
Pulomerak Kewedanaan Cilegon adalah strategis, dan mudah untuk ditempuh baik
melalui laut ataupun darat, juga struktur tanah yang mendukung, hanya bahan
baku baja yang harus didatangkan dari luar Cilegon. Dan secara sosial ekonomi ketergantungan masyarakat pada hasil pertanian
atau bercocok tanam dapat digantikan dengan beraktifitas di Pabrik Baja
kedepannya. Maka atas dasar hasil kajian tersebut, pada tanggal 7 Maret tahun
1973 Gubernur Jawa Barat mengeluarkan
SK.No. 62/A./2/73. Terkait tentang Klasifikasi Luas/Ha. Bahwa
luas area tanah dan wilayah yang dibebaskan baik darat atau sawah adalah: 1.588,103
Ha², dengan Desa-desa atau kampung-kampung yang dibebaskan adalah sebagai
berikut :
1. Tegal Ratu
tanah yang dibebaskan seluas 212,465 Ha.
2.
Kubang Sari tanah yang dibebaskan seluas
194,240 Ha.
3. Samang Raya
tanah yang dibebaskan seluas 226,172 Ha.
4. Warnasari/Citangkil
tanah yang dibebaskan seluas 565,190 Ha. (BEDOL DESA).
5. Kebondalem
tanah yang dibebaskan seluas 4,824 Ha.
6. Kotabumi
tanah yang dibebaskan seluas 147,800 Ha.
7. Grogol tanah
yang dibebaskan seluas 53,660 Ha. 8.Ramanuju tanah yang dibebaskan seluas
18,010 Ha.
8. Kotasari
tanah yang dibebaskan seluas 29,203 Ha.
9. Kepuh tanah
yang dibebaskan seluas 87,919 Ha.
10. Randakari
tanah yang dibebaskan seluas 8,620 Ha.
Pada setiap Desa
atau kampung yang tergusur mempunyai mesjid dan mushala juga tanah wakaf
kuburan, bahkan tanah lapang/lapangan tempat bermain atau berolaharaga
anak-anak kampung, sumber air seperti sungai, danau atau rawa tempat mencari
ikan juga sayuran baik untuk dikonsumsi atau dijual sehingga menghasilkan uang
penyambung hidup. Hingga yang menjadi latarbelakang buku ini disusun adalah
permasalahan status TANAH WAKAF KUBURAN dan
SARANA UMUM LAINNYA yang masih belum jelas, apakah diganti atau dianggap hilang
begitu saja, seperti status Makam Balung apakah sebagai PENGGANTIAN makam-makam
masyarakat yang dahulu tergusur karena adanya industrialisasi ataukah milik
KRAKATAU STEEL, begitu juga dengan bangunan sarana pertemuan masyarakat kampung
atau sering disebut Balai Pertemuan milik masyarakat Citangkil yang letaknya
didepan rumah orang tua dari Prof. DR. H. Atho Mudzhar, yang hingga saat ini belum ada penggantiannya,
begitu pula sarana ibadah seperti Masjid, Mushalla atau Langgar baik kampung
Citangkil, Lembang, Cure, dan kampung-kampung lainnya tidak di bangun kan
seperti yang dinyatakan dalam SK Gubernur Jawa Barat, Alhamdulillah walau
Krakatau Steel dan Pertamina belum atau tidak menggantikan Masjid, Mushalla dan
Balai Masyarakat, kebesaran Allah SWT. Tak tertandingi oleh siapa dan apapun. Dari antara Desa-desa dan kampung-kampung
yang terkena pembebasan adalah kampung Citangkil Desa Warnasari Kecamatan
Pulomerak Kewedanaan Cilegon Kabupaten Serang Propinsi Jawa Barat, di kampung
tersebut penulis dilahirkan, dibesarkan juga tinggal bersama 9 (sembilan)
saudaranya. Sebagaimana anak-anak lain sebayanya suka bermain, lazimnya anak-anak
seusianya, ia juga bersekolah dan belajar di lembaga pendidikan agama Islam
yaitu Madrasah Al-Khairiyah Pusat Citangkil, yang dibangun diatas tanah wakaf seluas
± 4,5 Ha² (wakaf dua orang bersaudara yang bernama H.Abdul Majid atau H.Muje Bin
Sakim dan Hj. Siti Tuminah atau Sitem Binti Sakim) mereka mewakafkan tanah atas
persetujuan kakaknya yang bernama H. Hamjah bin Sakim, wakaf tersebut diserahkan
pada Nadzir Madrasah Al-Khairiah Pusat Citangkil yaitu KH. Syam’un bin Alwian, yaitu
suami dari ibu Hj. Rabiatul Adawiyah binti H. Rasdam. Penyerahan tanah wakaf
tersebut dilakukan pada hari jum’at, jam 08.00 Wib tanggal, 10 bulan Jumadil Awal,
tahun 1357 Hijriyah, bertepatan dengan tanggal 8 Juli tahun 1930 bertempat dikediaman
KH. Syam’un dengan disaksikan oleh para pemuka masyarakat diantaranya Jaro
Asy’ary, H. Umar bin H. Rasdam, Abdurrahim, Syafe’i dan lain-lainnya yang
kemudian diumumkan di Mesjid Citangkil oleh Kiyai sendiri, lalu KH.Syam’un
berdiri dihadapan jamaah shalat jum’ah sambil berkata “dulur-dulur wau esuk
sekitar jam woluan kule kerawuhan dulur kule H. Moje sereng Hj. Sitem, dulur
kule niki ngewakafaken tanahe sing wenten wit Ambone lan tanah wetan dedalan
ayun ning Cure nike kangge Madrasah lan kamar santri” dengan nada
ter-bata-bata, “kule janji lamun kule manjing Suwarge besuk, dulur kule niki manjing
nerake ayun kule gendong dipuni sareng–sareng ning Suwarge sereng kule”
tegasnya, lalu beliau bersujud syukur. Sebelumnya bapak Asnake dan keluarganya lebih
dulu mewakafkan tanah yang telah didirikan Madrasah yang berlokasi didepan Masjid
Citangkil, sedangkan letak tanah yang diwakafkan H. Abdul Madjid bin Sakim dan
Hj. Tuminah atau Sitem binti Sakim, sebelah Barat berbatasan dengan tanah milik
Hj. Rohanah, sebelah Utara berbatasan dengan Jalan, sebelah Selatan berbatasan
dengan tanah milik ibu Aminah, sedangkan sebelah Timur berbatasan dengan jalan,
luas 20.000 m / 2 Ha², sedangkan tanah yang diwakafkan Hj. Tuminah atau Sitem,
letaknya sebelah Barat berbatasan dengan rumah ibu Nur, sebelah Utara
jalan, dan sebelah Selatan berbatasan dengan tanah milik Marjuk, luasnya
25.000 m / 2,5 Ha².
IV.
KRAKATAU DAN BENCANA ALAM
Perkampungan
yang telah dibangun dengan susah payah, menguras keringat dan meletihkan raga,
sejak Matahari terbit hingga tutup hari, mereka lakukan tanpa mengeluh atau
bosan, atau sejak terdengar suara siul saut kicau burung serta kokokan ayam di pagi
buta hingga malam tiba. Ketika malam tiba sehabis melaksanakan shalat ’Isya di
mesjid mereka tertidur dengan lelap, karena keletihan yang sangat karena
siangnya mereka bekerja dibawah terik panasnya Matahari sehingga menguras
keringat melemaskan badan. Menjelang tengah malam mereka terbangun dan kemudian mengambil air wudlu untuk melakukan
shalat malam di mesjid dimana mereka tertidur sebelumnya, setelah itu baru
kemudian mereka pulang ke rumahnya untuk melajutkan istirahat atau tidur, sepanjang
gelapnya malam, dibawah langit biru berhias bintang dan sinar bulan nan redup, semilir
angin menyelinap kedalam mesjid atau gubuk lewat sela-sela dinding bambu dan
menghampiri tubuh mereka, merubah kondisi badan dari dingin jadi menggigil, hanya
dengan kain sarung yang kumal lagi usang, tetap setia melindungi tubuh mereka dari
hembusan angin malam yang dingin. Suara kekek Belalang dan krikik Jangkrik memecah
kan keheningan malam, suara burung Hantu dan raungan binatang buas mengubah
situasi malam menjadi seram juga menakutkan. Ketika mulai terdengar suara kokok
ayam jago, bertanda matahari akan menyapa pagi dan menggantikan tugas bulan,
krikik jangkrik pun terhenti, sambil merasakan rasa takut lalu masuk dan
mengurung dalam pojok sudut lubangnya agar dapat selamat dari ancaman burung yang
siap tuk mematuk. Sungguh sempurna ciptaan Allah SWT, matahari tanpa suara
mampu membangunkan orang dari lelap dalam tidurnya. Mereka bangun meninggalkan
tempat tidur, kemudian mereka berwudu untuk melakukan shalat shubuh, lalu
melakukan aktifitas lain sambil memandang hasil jerih payah sepanjang siang kemaren,
yang sangat meletihkan badan dan menguras tenaga serta memeras keringat. Sirna
dalam sekejap ditelan gelombang air laut, akibat Gunung Krakatau menggeliat karna taat pada
perintah Sang Pencipta alam. Krakatau tunduk tak berani menolak perintah Allah
swt dan apalagi membangkang. Bila melihat bebatuan yang berserakan disekitar
pesisir pantai laut Citangkil, menggambarkan betapa dahsyatnya letusan dan
getaran gunung Krakatau saat itu. Tsunami Krakatau telah menelan ribuan anak
cucu pasangan Adam AS. dengan Siti Hawa, luapan air, gulungan ombak telah
menghilangkan puluhan ribu nyawa mahluk hidup, dan bukan hanya anak manusia
yang diisap gelombang air laut juga binatang ternak peliharaan pun bernasib
serupa, begitu pula hewan liar tak luput dari keganasan, tak mampu tuk
menyelamat kan atau tak sempat menghindar menjauh dari gulungan dan terpaan air
yang seakan mengamuk membabi buta, menerjang semua yang ada sekelilingnya. Perkampungan
yang dibangun dengan susah- payah, dan telah dihuni oleh berbagai lapisan
masyarakat, mereka hidup dengan damai nan sejahtera. Kehidupan mereka banyak
bergantung pada hasil bumi, mengolah tanah bercocok tanam, dengan menggunakan
peralatan seadanya( cangkul, bajak, kored dan garu yaitu peralatan pertanian
yang sangat sederhana dan amat tredisional ). Perkampungan tersebut menjadi mati, tak berpenghuni makhluk yang bernyawa,
sepi-senyap, hening tak teredengar suara. Allah swt Maha adil, Maha bijak,
masih ada yang diselamatkan, yaitu mereka yang diberi kekuatan fisik, keteguhan
hati dan keikhlashan jiwa tuk membantu sesama. Dengan sisa sisa tenaga yang
ada, mereka mengumpulkan mayat satu persatu, dan mengurusnya sesuai ajaran
Allah dan rasulullah saw. Mereka tak sadar akan air mata yang mengalir deras
membanjiri pipi, teringat kelakar dan tawa anak-istri, sanak saudara dan handai
taulan ketika bersenda gurau sebelum Tsunami melanda wilayah mereka. Perkampungan
daerah pinggiran selat Sunda diperkirakan telah ada dan dihuni oleh insan jauh
sebelum abad 16 M.
V.
HABIS JATUH KETIBAN TANGGA
Melihat bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat
Citangkil salah satu kampung yang secara pemerintahan berada dibawah Kejaroan atau
Kelurahan Warnasari Kecamatan Pulomerak (
sebelum PT. KRAKATAU STEEL berdiri ) adalah kampung tua yang menurut catatan sejarah
sangat menentukan akan BERDIRINYA PABRIK
BAJA PT. KRAKATAU STEEL setelah mengalami perubahan nama dari PT. TRIKORA atau Cilegon steel (kerja sama PT.
Pertamina dan PT. Krakatau Steel). Peristiwa meletusnya gunung Krakatau
menggemparkan dunia, bangsa Eropa yang sedang berada di Nusantara sudah barang
tentu memberitakan pada Pemerintah dan sanak saudaranya di negeri asalnya bahwa
di negeri Nusantara sedang terjadi
bencana alam, gunung meletus dan Tsunami. Menurut catatan sejarah bahwa pada
tahun 1880–1884. M sebelum Krakatau meletus, Allah swt. menurunkan musim
kemarau panjang dimana Allah tidak menurunkan
hujan selama ± 4 tahun, dapat dibayangkan akan penderitaan hidup pada saat itu, kekeringan atau kelangkaan
air, kesulitan mengolah lahan pertanian. Apabila ingin mendapatkan air mereka
mendatangi sumber air yang jauh dari tempat tinggal mereka, diantara
tempat-tempat air yang mereka datangi adalah: Kali Capang, kali Wadas, Gurung
pungpet, kubang Kamud, Grubugan (tempat-tempat tersebut kini telah tiada
ditelan bumi, diurug dan ditimbun dengan tanah) seakan sumber kehidupan mereka ditutup
dan tertutup rapat, tidak ada lagi tempat untuk bertani atau mengolah bumi
setelah tahun 1973 karena berubah menjadi kawasan PABRIK BAJA. Penduduk asli
dan yang pertama kali mendiami tempat-tempat sekitar bibir pantai selat Sunda,
bila dilihat dari segi bahasa banyak
kesamaannya baik dari arti atau suara dan bunyi kata, seperti kata: “Wadon,
lanang, mangan, lunge” (perempuan, laki-laki, makan, pergi), dari kesenian :
ada kendang pencak silat, pakaian has warna hitam, peringatan-peringatan dan
masih banyak lagi yang lainnya berasal dari ke sultanan Cirebon atau kerajaan
Demak dan di Banten juga demikian, mereka menganut ajaran agama Islam.
Perkampungan yang pernah dihuni sebelum Tsunami gunung Krakatau adalah:
Tanjung, Sigubed, Kramat Alim, Begog, Kimufan dan lain lainnya. Hal ini dapat
dilihat dari puing-puing bekas bangunan rumah mereka, yang mereka tinggalkan
karena ketakutan atau trauma peristiwa Kabur (istilah mereka) sangat mengerikan
(tsunami) hanya tinggal satu keluarga yang bertahan hingga akan dibebaskan oleh
PT.Krakatau Steel (1973). Dengan panjangnya masa kemarau, bukan hanya manusia
yang menga lami penderitaan tapi binatang ternakpun tak luput dari sengatan terik
matahari yang berdampak pada kelangkaan air dan makanan saat itu, sehingga
banyak orang meninggal dunia pada waktu itu karena disamping udara yang sangat
panas, wabah penyakitpun menyerang, hewan ternak peliharaan kekurangan pakan,
karena rumput dan dedaunanpun mengering, kuburan masal terjadi di mana-mana,
begitu hebat dan tertibnya Allah SWT. Menegur sapa makhluk-Nya agar menghindar
dari bahaya letusan gunung Krakatau, juga aliran lahar panas dan abu vulkanik
yang amat berbahaya bagi manusia. Pada tanggal 23 Agustus 1883, terjadilah
peristiwa alam yang amat dahsyat dan mengerikan itu, gunung Krakatau meletus.
Menimbulkan gelombang laut amat tinggi, dan melumat habis pantai barat Banten,
Anyer, Merak, Caringin, Sirih, Pasauran, Carita dan Desa Desa sepanjang bibir
pantai pesisir laut selat Sunda habis terhisap air laut. Saat kejadian tsunami Krakatau
ini diperkirakan nyawa manusia yang melayang lebih dari 21.500 orang meninggal
dunia. Gulungan ombak Krakatau tingginya mencapai 30 meter. Para korban
meninggal yang ditemukan dan dimakamkan di Caringin sekitar 4.500 mayat, di
Anyer 1.517 mayat, di Citangkil dan sekitarnya 1.735 mayat, dan ribuan mayat
lainnya dikubur atau dimakamkan dimana korban meninggal ditemukan.
VI.
BUKTI NYATA
TSUNAMI KRAKATAU
Kejadian alam ini dapat dibuktikan dengan terdapatnya banyak tanah
wakaf kuburan yang luas di wilayah perkampungan daerah terdekat dengan pesisir
sekitar selat Sunda dimana gunung Krakatau terdapat yang kini telah menjadi
Area PT. KRAKATAU STEEL, antara lain :
Tanah wakaf kuburan di Desa wilayah
Kecamatan Pulo Merak
|
Luas
|
Satuan²
|
1. Kuburan
Buyut Arman
2. Kuburan
belakang mesjid Citangkil lama
3. kuburan
Walikukun
4. kuburan
makam Kalong
5. kuburan
makam Galih
6. kuburan
makam Kubang Dalem
7. kuburan
makam H. Moje
8. kuburan
makam Ki Rasmin
9. kuburan makam Laban
10. kuburan
makam Mad Saleh
11. kuburan
makam Kali Wadas
12. kuburan
makam Sigelam
13. kuburan
makam Kibal di tegal H.Djamud
14. kuburan
makam Asem Ronyok
15. kuburan
makam Kramat Alim
16. makam
Tegal mang Lik Sigubed
17. kuburan
makam belakang mang Jenudin
18. kuburan
makam Depan bu Dewi
19. kuburan
makam Kalong Bawah
20. kuburan
makam Ki Adung (di kampung Citangkil)
21. makam Sawo
Lembang H. Asfari
22. kuburan
makam Aren Lembang Rel Prapatan
23. kuburan
makam Nyi Jamilah Lembang
24. kuburan
makam Tegal Ambe Lembang
25. kuburan
makam Jaro Asyary Lembang
26. kuburan
makam samping Sarmidi Lembang
27. kuburan
makam Burri H.Manaf Kedung Kemiri
28. kuburan
makam Lor 3 Kedung Kemiri
29. kuburan
makam Arep Ki Samil Kedung Kemiri
30. kuburan
makam Mindi Cure Wetan
31. kuburan
makam Cure Wadas Cure Wetan
32. kuburan
makam Cure Asem
33. kuburan
makam Jebul Cure Malang
34. makam Aren
Cure Wetan
35. kuburan
makam Yai Jamad Cure Malang
36. kuburan
makam Jer Kubang Batang
37. makam
Kubang Sawit
|
± 5
± 2
± 2
± 1000
± 1000
± 200
± 1000
± 3000
± 5000
± 3000
± 3000
± 2000
± 1000
± 3500
± 500
± 300
± 2000
± 3
± 500
± 500
± 1000
± 700
± 1500
± 3000
± 2000
± 2500
± 5000
± 6000
± 7000
± 1
± 4
± 1,5
± 500
± 600
± 1000
± 1,5
± 5000
|
Ha²
Ha²
Ha²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
Ha²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
M²
Ha²
Ha²
Ha²
M²
M²
M²
Ha²
M²
|
dan masih banyak lagi lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan
disini, berdasarkan data kuburan tersebut membuktikan bahwa saat terjadi
Tsunami Gunung Krakatau telah memakan korban manusia yang jumlahnya ribuan,
baik dari penduduk asli atau dari wilayah lain yang mayatnya terdampar diwilayah
tersebut, mengingat posisi tanah yang lebih rendah dibandingkan dengan dataran
lainnya.
VII.
PERISTIWA
GEGER CILEGON 1888.
Belum hilang
letihnya badan, belum terhibur pula kesedihan sehabis ditinggalkan orang-orang
tercinta akibat peristiwa Krakatau, belum sempat pula tuk berbenah temapat
singgah tuk merebahkan badan mengeringkan keringat juga melepas lelah. masyarakat Cilegon terpaksa dihadapkan dengan
Penjajah yang datang dari Benua Eropa yaitu pasukan Belanda dengan
bersenjatakan lengkap dan modern berbeda dengan senjata masyarakat Cilegon,
yang senjatanya hanya bambu runcing, golok, pisau kalaupun ada merupakan hasil
merebut merampas dari tangan orang-orang Belanda yang terbunuh dalam medan peperangan antara rakyat
Cilegon dengan pasukan Kompeni Belanda. Pertempuran Geger Cilegon dipimpin oleh
tokoh kharismatik yang gagah berani bernama KH. Wasid pergerakan perlawanan
pada kaum penjajah yang datang dari negeri Kafir Barat yaitu Belanda mereka
berbuat seweng-sewenang, dan berlaku kejam pada penduduk Pribumi Asli
Indonesia, mengadu domba antar masyarakat sehingga terjadi permusuhan dan
saling curiga. Ahirnya para Pemuka Agama melakukan pertemuan membahas cara
untuk mengadakan perlawanan pada Kompeni Belanda. Pertemuan pembahasan
pergerakan diadakan pada bulan Februari 1888. Pertemuan para kiyai, dari rumah
kerumah, diantaranya dirumah KH. Wasid (Beji), KH. Marjuki (Tanara), di
rumahnya KH. Ishak (Seneja), di rumahnya KH. Syadeli (Kaloran), di rumahnya KH.
Madam (Ciora), di rumahny KH. Abduk Halim (Cibeber) dan lain-lainnya. Setelah
terjadi kesepakatan waktu dan cara pergerakannya kemudian pada hari Sabtu
tanggal 7 Juli 1888 para Kiyai mengumpulkan para santri dan masyarakatnya,
menyampaikan rencana akbar Fisabilillah melawan Kolonial Belanda. Pada Hari
Ahad tanggal 8 Juli 1888 para Kiyai dan
bersama para santri dan masyarakat bergerak serentak membentuk barisan arak-arakan
panjang. Para kiyai dan santri serta masyarakat memakai pengikat kepala
berwarna putih dan di tangan mereka masing menghunuskan Golok, Tombak, Pisau
ada juga yang membawa ketapel serta bambu runcing yang siap menghunus badan
pasukan Belanda dan para penghianat bangsa yaitu para kaki tangan Belanda,
sambil bertakbir “Allahu Akbar..... Allahu Akbar....” “Innallaha ma’ana Allahu
Akbar....” tegasnya”. Setelah mereka sampai ditempatnya masing-masiang sesuai
rencana hasil rapat lalu mereka beristirahat sambil menunggu perintah dan
komando dari KH. Wasid sebagai pimpinan Perang . Maka tanggal 9 Juli 1888,
Senin malam penyerbuan dimulai dari dua arah yang berlawanan, yaitu dari arah
Utara yang dipimpin oleh, Kiyai Haji Wasyid, Kiyai Haji Usman dari Tunggak, Haji
Abdul Gani dari Beji, dan Haji Nuriman dari Kaligandu. Kemudian dari arah
Selatan KH. Tubagus Ismail dan KH. Usman
beserta para pengikutnya dari Arjawinangun. Dengan mengucapkan takbir “Allahu
Akbar.... Allahu Akbar...Allahu Akbar.......”, bergerak kedepan dan terus maju.
Sedangkan KH. Wasyid dengan beberapa pengawalnya tetap di Jombang Wetan sambil
mengawasi pertempuran. Serangan difokuskan ke tiga titik sentral, pertama
menyerbu Penjara untuk membebaskan para tahanan, kedua menyerang rumah Asisten
Residen, ketiga menyerang Kepayihan. Dalam penyerangan tersebut, Henry Francois
Dumas, juru tulis kantor Asisten Residen berhasil dibunuh, juga Raden
Purwadiningrat ajun kolektor, Johan Hendrik Hubart Gubbels, Asisten Residen
Anyer, Mas Kramadireja, sipir penjara Cilegon, dan Ulric Bachet, Kepala
Penjualan Garam. Mereka yang terbunuh adalah orang-orang yang dibenci selama
ini karena tindakanya yang semena-mena. Ketika terjadi pertempuran di Cilegon,
di Bojonegare pun demikian terjadi perlawan sengit, juga di Gerogol, di
Belgendong, di Krapyak, di Mancak, dan di Toyomerto. Pemberontakan di Serang
dipimpin oleh Ulama dari Bendung KH. Muhammad Asyik, KH. Muhammad Hanafiyah
dari Terumbu dan Haji Muhidin dari Cipeucang. Sehari semalam pertempuran
berlangsung yang dipimpin oleh para Kiyai dan Ulama di Cilegon berhasil, dan
Cilegon dapat dikuasai sepenuhnya. Namun sayang pada hari berikutnya, gerakan
rakyat itu dapat dipatahkan oleh tentara Kolonial Belanda yang dipimpin oleh
Letnan I Berdemy meskipun dengan susah payah. KH. Wasyid berhail ditangkap
kemudian dihukum gantung sedangkan yang lain dihukum buang ke pengasingan ke
luar Pulau Jawa.
VI. DIPLOMASI
ALA KRAKATAU.
Menurut
informasi yang diperoleh dari cucu Jaro Sarim yaitu Jaro Bebulak yang bernama
H. Rusydy umur 66 tahun, saat ditanya penulis, ia mengatakan bahawa harga tanah
pada tahun 1958 awal pembebasan untuk Area TRIKORA adalah Rp 4/m². Dan
dilanjutkan pada tahun 1959 Presiden RI pertama (Ir. Soekarno) bekerja sama
dengan Rusia untuk mendirikan pabrik baja TRIKORA, dalam rangka menyetarakan
bangsa kita dengan negara-negara lain didunia, dan untuk memenuhi kebutuhan
juga kepentingan dalam negeri Republik Indonesia, hal tersebut memerlukan lahan
atau tanah yang cukup luas, maka pemerintah pusat membebaskan beberapa kampung yang
terletak di wilayah Kecamatan Cilegon juga beberapa wilayah Kecamatan Pulomerak
Kewedanaan Cilegon Kabupaten Serang Propinsi Jawa Barat, menurut pengakuan
beberapa warga bahwa tanah darat dihargai Rp 6/m², sedangkan tanah sawah
dihargai Rp 7/m² (H. Abas usia 84 tahun, H. Mahmud usia 71 tahun ). Diantara Perkampungan yang
terkena Pembebasan TRIKORA (KWT) tahun 1958-1961, yaitu :
1. Kampung
Bebulak
2. Kampung
Sumur Wuluh,
3. Kampung
Ramanuju,
4. Rawa Gondang,
5. Tegal Padang
dan lain-lainnya.
Sangat disayangkan situasi politik waktu itu tidak mendukung
sepenuhnya, terutama di tahun 1965 meletusnya gerakan Komunis dibeberapa
daerah, situasi ini memaksa TRIKORA mandeg bahkan berganti nama menjadi CILEGON
STEEL. Perjuangan masyarakat Cilegon juga para tenaga pengajar Pondok Pesantren
Madrasah Al-Khairiyah, dengan bahu membahu dan bersatu mempertrahankan Falsafah
Bangsa dan Negara kesatuan Republik Indonesia. Pembantaian dan pembunuhan
terjadi dimana-mana, menurut saksi sejarah (H. Djamud bin H. Abdul Majid
Citangkil) mengatakan “Situasi sangat mencekam, pembunuhan terjadi
dimana-mana”. “Lamun bengi bocah cilik, wong wadon pade nesel, lamun awan pade
ragem lan bebarengan, saling curige”. “Tambahnya”. Sementara itu mantan Jaro
Asy’ari, yaitu sebutan kepala Desa Warnasari ia menceritakan pada cucunya (penulis
buku ini), “Waktu jaman PKI, arep ape bae gati, hawane wedi, maras, mbokan
dipateni karo wong PKI, aje sampe se-teng ngalami jaman PKI”.
Pada tahun 1973 PT. Pertamina/PT. Krakatau Steel bekerjasama
membebaskan lahan lagi seluas ±1.588,103 Ha² (kampung Citangkil Desa Warnasari/Bedol
Desa dan sekitarnya) yaitu wilayah Kecamatan Pulomerak untuk perluasan pabrik
baja, juga membebaskan lahan seluas ±252,9430 Ha² (wilayah Kecamatan Cilegon)
untuk pemukiman yang disebut dengan daerah Resettlement
(BLOK A/B,C,D.E,F,G,H,I dan J) sebagaimana yang tercantum dalam pasal 8 ayat 3
SK. Gubernur Jawa Barat no. 336/A.1/SK/1973, PT. Krakatau Steel/Pertamina
diwajibkan menyediakan lahan untuk memindahkan penduduk yang terkena pembebasan tanahnya untuk keperluan
perluasan PT. Krakatau Steel. Disamping tanah untuk perumahan penduduk kampung
yang terkena imbas areal PT. Krakatau Steel/Pertamina, juga diwajibkan
membangun bangunan-bangunan umum (sekolah, mesjid, madrasah, poliklinik,
lapangan olahraga, dll.). daerah Resettlement
tersebut harus disiapkan sedemikian rupa, sehingga penduduk yang akan pindah
tidak mengalami kesulitan, dengan demikian PT. Krakatau Steel/Pertamina harus
menyiapkan jalan, saluran, dan lain-lain, sekaligus perkaplingannya. Untuk itu
TEAT PT. Krakatau Steel/Pertamina membebaskan tanah seluas 252,9430 Ha² yang
terletak di :
1. Desa Ciwaduk
2. Desa Ciwedus
3. Desa
Bendungan
4. Desa Tamanbaru
5. Desa
Jombangwetan
6. Desa Karang
Asem
7. Desa
Ketileng sebagian
8. Desa
Ramanuju dan
9. Desa
Mesigit.
Untuk pembangunan Resettlement
tersebut PEMDA Tingkat-II Serang membentuk Tim tersendiri dan tim ini bekerja
sama dengan TEAT PT. Krakatau Steel/Pertamina dalam menyusun rencana dan
pelaksanaan pembangunan Resettlement.
Dalam perencanaan tersebut Resettlement
terdiri dari beberapa Blok yaitu : Blok A-B,
C, D, E, F, G, H, I dan J. Secara hukum tanah Resettlement tersebut adalah milik negara yang dikelola oleh PEMDA Tingkat-II
Serang untuk keperluan pemindahan penduduk yang terkena pembebasan tanah dalam
rangka perluasan PT. Krakatau Steel. Setiap penggunaan tanah sisa Resettlement, harus seizin PEMDA Tingkat
- II Serang/PEMDA Tingkat-I Jawa Barat. Pada tahun 1978 PT. Krakatau Steel
melalui Bupati Kepala Daerah Tingkat-II Serang meminta sisa tanah Resettlement tersebut untuk keperluan
pembangunan perumahan karyawan (KPR/BTN). Berdasarkan persetujuan Gubernur Jawa
Barat dengan suratnya no. 5660/Pem. 13/1978 tanggal 21 Desember 1978, disetujui penggunaan sisa tanah kavling
Resettlement yang terletak di blok.
E, G dan I untuk keperluan pembangunan perumahan sederhana Karyawan PT. Krakatau
Steel. (Laporan Kronologis Resettlement.
TEAM EXTENSI AREAL TANAH/TEAT PT. KS, Cilegon, Tanggal 30 November 1997 ) . Perkampungan
dan Pemukiman Penduduk yang Sawah Ladangnya digusur, atau yang terkena dampak
BEDOL DESA yaitu : Citangkil dan Lembang
yang ditempatkan di Blok A/B, Cure di Blok C, D dan Blok E, Kadung kemiri di Blok F dan G, sedangkan
Kubangsawit, Kubangterate, Ciruas/Ampian dan lainnya ditempatkan di Blok H, I
dan J. Menjelang perpindahan penduduk yaitu dari kampung yang tergusur untuk
pabrik baja ke perkampungan yang baru di areal Taet Resettlement Kecamatan Cilegon Kewedanaan Cilegon, mengalami
beberapa kendala, sehingga masyarakat menolak area tersebut sebelum diadakan
perataan dan penataan. Diantara area atau blok yang dimaksud adalah, blok A-B,
blok E, masyarakat meminta agar kondisi tanah yang tidak rata supaya diratakan
dan dibuatkan akses jalan. Dari sekian kali pertemuan dan musyawarah tidak
menghasilkan yang maksimal, sementara waktu tetap berjalan, berbagai macam cara
masyarakat mengajukan agar tanah diratakan, beragam pula cara penolakan
dilakukan oleh PT.Krakatau Steel dan Pertamina. Ahirnya Bupati selaku Kepala
Daerah Tingkat II Serang mengeluarkan Surat Keputusan tentang : PENERTIBAN PENEMPATAN KAVLING DI DAERAH
PERKAMPUNGAN BARU/RESETTLEMENT DI CILEGON, KABUPATEN SERANG. No. :
211/Huk/SK/1975.
MENIMBANG :
1. Bahwa
pelaksanaan pembagian /penerimaan kavling di daerah perkampungan
baru/Resettlement Cilegon, perlu mendapat perhatian khusus, untuk kelancaran pelaksanaan
pembangunan P.T. Krakatau Steel/Pertamina
2. Bahwa
Pemerintah Daerah Kabupaten Serang bersama PT.Krakatau Steel/Pertamina,
menganggap perlu untuk mengatur teknis, pelaksanaannya secara peraktis dan
tertib
3. Bahwa
pelaksanaan program Pemerintah tersebut diatas membutuhkan bantuan
masyarakat/penduduk secara konkrit.
MENGINGAT :
1.
Undang-Undang RI. No. 5 tahun 1974 Jo.L.H. No.38 tahun 1974, tentang pokok-pokok
Pemerintah di Daerah.
2.
Surat Keputusan Gubernur Propinsi Jawa
Barattanggal 15-9-1973 No. 336 /A-1/2/SK/1973
3.
Rapat bersama team Resettlement Pemerintah Daerah Kabupaten Serang dan PT.Krakatau
Steel/Pertamina di Cilegon, tanggal 30 April 1975.
MEMUTUSKAN Menetapkan :
I.
Mencabut S.K Bupati tanggal 11Oktober 1974
No. : 5985/Pem/SK/1974 dengan lampirannya
II.
Penduduk/Pemilik terahir yang telah menerima
SK dan atau yang telah menempati kavling sesuai dengan surat keputusan No. : 5985/Pem/SK/1974
diwajibkan mendaftar kembali untuk mengisi daftar ulang
III.
Bagi yang telah menerima Surat Keputusan ini
dan belum menempati/membangun selambat lambatnya satu bulan setelah Surat
Keputusan ini dikeluarkan. Surat Keputusan ini berlaku sejak ditetapkannya dan
jika ternyata kemudian terdapat kekeliruan akan diadakan perubahan seperlunya.
Ditetapkan di Serang pada tanggal 6-5-1975. Ditanda tangani oleh Bupati Kepala
Daerah Tingkat II Serang, H.S. RONGGOWALUYO. Disalin sesuai dengan aslinya oleh
: Ketua Resettlement Daerah Kabupaten
Serang ub Drs. H. BINI SALEH. Diberikan kepada Pemilik kavling/Resettlement. Sebelumnya pada tanggal 12 Oktober 1974. Bupati Kepala
Daerah Tingkat II Serang. H.TB.Safarudin Mengeluarkan Surat Keputusan, No :
5987/Pem./SK/1974. Prihal : Penentuan Lokasai Pembagian Kavling di Daerah
Perkampungan Baru (Resettlement) bagi
Penduduk yang terkena Perluasan Pembangunan Proyek PT. Krakatau Steel/Pertamina
di Cilegon. Dan Pada tanggal 12 Januari 1978, PEMERINTAH DAERAH TINGKAT II KABUPATEN
SERANG mengeluarkan surat No : 6/06/Resett/1/1978. Prihal : Hak tanah wakaf
Kampus Madrasah/Pesantren Pusat Al-Khairyah Citangkil Warnasari. Berdasarkan
Surat Berita Acara Serah Terima Kampus Pendidikan Islam Al-Khairyah Citangkil
Cilegon dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Kepada Pimpinan Madrasah/Pesantren
Pusat Perguruan Islam Al-Khairyah Citangkil Warnasari. – Surat Kep. Gub. Tgl.
31 Des 1977. No. : 812/KS/320/SK/77. Perihal Pembatalan Surat
Kep.Gub.Kep.Daerah Tk I Jawa Barat. Tgl 26 Mei 1977. No. 228/KS/320/SK/1977. Perihal
Pengangkatan Badan Pengurus Kampus Pendidikan Islam Cilegon. Kep. Daerah Tk.
II. Serang. Maka dengan ini diberikan hak tanah wakaf kepada : 1. Nama yang
berhak Madrasah/Pesantren Pusat
Al-Khairyah Citangkil Warnasari. Alamat (kampung lama) : Kp. Citangkil, Desa
Warnasari. Luas Kapling : 82.154,5 M2 (±9 Ha). Dan sarana prasarana yang di bangunkan berikut
perlengkapan pendidikan sebagai penggantian dari bangunan lama di kampung Citangkil, yaitu hasil
musyawarah Pengurus Besar Perguruan Islam Al-Khairiyah Akte Notaris No. 164/1972.
Pengurus Besar Al-Khairiyah Pusat Citangkil mengadakan musyawarah baik dengan
Pihak Krakatau Steel sendiri, dengan Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Serang,
maupun dengan Gubernur Jawa Barat dalam hal ini dengan Bapak Gubernur Solihin
G.P. terutama mengenai bangunan-bangunan dari Madrasah Al-Khairiyah Pusat yang
terletak di daerah Istimewa Citangkil. Khususnya untuk pergan tian
gedung-gedung Madrasah Al-Khairiyah Pusat tersebut pada tanggal 26 September
1974 M/10 Ramadlan 1394 H. Bertempat di kantor Resettlement Cilegon telah dicapai kata sepakat/konsensus antara
Pengurus Besar dengan pihak Krakatau Steel yang disaksikan oleh utusan dari
Pemda Kabupaten Serang dan Instansi-Instansi lain bahwa bangunan Madrasah Al-Khairiyah
tersebut akan diberi ganti dengan suatu Kampus Al-Khairiyah yang di atas tanah
seluas 21 (dua puluh satu) Ha². Yang terdiri dari Bangunan-Bangunan Madrasah secukupnya,
Aula, Kantor-kantor, Mesjid, Asrama, Pertokoan, dan lain-lain seluas 8 (delapan)
Ha². Dan untuk Praktikum seluas 13 (tiga belas) Ha². Konsensus ini diperkuat
dengan SURAT PERNYATAAN yang ditanda tangani oleh : Ir. K. Murdiyanto An.
Krakatau Steel. K. H. Ali Jaya An. Pengurus Besar dan Drs. Nurman An. PEMDA Kabupaten
Serang. Pada tahun yang sama terjadi pergantian Pengurus Besar yaitu dari KH. M Syadeli Hasan ke KH. Rachmatullah
Syam’un dan kemudian pengurus baru meneruskan program tersebut hingga terjadi
perpindahan dari Citangkil lama ke Citangkil baru yaitu /blok A/B wilayah Resettlement .
VI.
NASIB PENGHUNI ALAM KUBUR 1973.
Alhamdulillah walau alam kami berbeda dengan sauadara. Pada
awalnya kami penghuni makam–makam merasa sedih seakan kami akan ditinggalkan
begitu saja, andaikata Allah mengizinkan pada kami, kami akan bangun dan keluar
dari alam kubur, tuk ikut bernego tentang lahan kami ini karena sebenarnya kami
telah merasa nyaman dan tentram berada di kampung ini, dulu kampung ini kami
bangun bersama-sama saudara-saudara kami sejak pertama kali kami datang kesini
jauh sebelum gunung Krakatau meletus. Kami yang membuka lahan kampung
Citangkil, dimana pada awal pertama kali kami datang, kami membuka, membangun
dan mendiami wilayah yang dekat dengan sumber air, karena kami datang melalui
air yaitu pake perahu, memang ada kawan-kawan kami yang melalui darat. Kami
dimasukan kedalam alam kubur hari Sabtu jam 2 siang ,tgl 15 Mei 1793 nama saya
Rasmin, setelah menghuni alam kubur anak cucu saya mengenalkan pada orang lain dengan
nama Ki Rasmin. Ada kawan saya yang menghuni daerah Begog disebut Ki Bal
sebetulnya nama yang benar ialah Mustaqbal dia aslinya dari Demak Jawa Tengah.
Ada juga yang namanya Muflihan dikenal dengan nama Ki Mufan. Yang penting kami
dan semua penghuni tanah wakaf kuburan sebagian besar sudah dibawa oleh anak
cucu ke makam Baru atau makam Balung.
VII.
ANTARA
SEJARAH DAN BERSEJARAH
Catatan Pengurus Besar Perguruan Islam Al-Khairiyah Citangkil
tahun 1972 (H. M. Tohir Hanafi) Perguruan Islam Al-Khairiyah didirikan oleh
almukarrom KH. Syam’un bin Alwiyan bertempat di kampung Citangkil Desa
Warnasari Kecamatan Pulomerak kewdanaan Cilegon Kabupaten Serang propinsi Jawa
Barat Perguruan tersebut didirikan dalam dua tahap yaitu : Tahap pertama dengan
sistem Pesantren (tradisional), tahap kedua dengan sistem Madrasah (Klasikal). Orang-orang
yang berjasa dan sangat berperan dalam mendiri kan Perguruan Islam Al-Khairiyah
adalah : 1. KH.Syam’un bin Alwiyan, beliau pada tanggal, 5 April 1894 lahir dari
seorang ibu yang bernama HJ. Hajar dan ayahnya bernama H.Alwiyan bertempat di
kampung Beji Desa Bojonegara Kabupaten Serang Keresidenan Banten, kakek beliau
bernama KH.Wasid seorang pahlawan geger Cilegon pada bulan Juli tahun 1888.
Pada tahun 1898-1900 beliau belajar di pondok pesantren Delingseng yang di bina
oleh KH.Sa’i. Pada tahun 1901-1904 meneruskan di pesantren Kamasan dengan
Pengasuh Pesantrennya adalah KH.Jasim. Kemudian beliau melanjutkan belajarnya ke
Makkah pada tahun 1905-1910, dan beliau melanjutkan ke Al-Azhar University
Coiro Mesir pada tahun 1910-1915. Pada tahun 1916-1943 beliau ke Citangkil dan
memimpin Pesantren Citangkil. Pendirian
Pesantren dimulai sejak tahun 1916, kegiatan belajar nengajar pada awalnya
dilakukan Mesjid Citangkil dan methode pengajaran yang digunakan sistim
pesantren, hal ini dilakukan hingga menjelang tahun 1923. Melihat kegiatan
Pesantren berjalan dengan baik dan santri atau penuntut berdatangan dari
berbagai daerah, dan mereka terkadang bermalam di mesjid Citangkil, maka
kemudian ada yang mewakafkan tanahnya untuk digunakan kegiatan belajar
anak-anak santri atau dibangunkan kelas, dengan cara bergotong royong maka
bangunan madrasah mulai didirikan dan pengjaranpun berubah menjadi klsikal.
Keluarga yang mewakafkan tanah tersebut adalah keluarga Bpak Asnake, orang yang
juga sangat besar jasanya . Gedung Madrasah yang pertma didirikan berada di
depan Mesjid Citangkil, Gedung Madrasah dikerjakan dengan cara bergotong
royong, pondasi bangunan menggunakan batu karang yang diambil dari pesisir alas
Citangkil, sedangkan batu batanya dapat bikin dari hasil musyawarah pembagian
tugas, kayunya dapat motong atau nebang dikebun dan ladang masyarakat
Citangkil, dimana ranting dan daun digunakan untuk membakar batu bata dan
genteng, sedangkan pasir beramai ramai mengambil dari kali Wadas dan Gerubugan,
sedangkan ibu-ibunya memasak untuk makan kaum bapak-bapak yang sedang bergotong
royong. (catatan ini penulis dapatkan dari para pelaku
sejarah/H.Abdul Hak umur 89 th, Hadijah umur 92 th, H.Djamud umur 96 th dll).
Setelah bangunan Madrasah selesai, lalu satu ruangan digunakan untuk Ruang Guru
dan Idarah, sedangkan enam Ruang lainnya untuk ruang belajar. Sejak berdirinya gedung tersebut dilakukan
perubahan sistim pengajaran menggunakan kelas, hanya beberapa kegiatan saja
yang masih menggunakan mesjid. Setelah itu santri berdatangan dari luar kampung
Citangkil, bahkan ada yang datang dari Serang dan Pandeglang, maka banyak orang
tua santri yang menitipkan anaknya ke masyarakat, bahkan ada juga yang
mendirikan gubug dibelakang rumah H.Abdul Majid dan di sebrang Rel Kereta Api,
dekat dengan kali Kirasmin. Diantara nama-nama santri yang datang dari luar
Citangkil adalah sebagai berikut : 1.KH.Ali Jaya dari Delingseng Kebonsari,
2.KH.Ismail dari Keragilan Serang, 3.KH.Asy’ary dari Kadulisung Pandeglang,
4.KH.Rafe’i dari Barugbug Ciomas, 5.KH.Muh. Nuh dari Kramatwatu, 6.KH.Muhammad
dari Nyamuk Bojonegare, 7.KH.Karne dari Sumurwatu Keragilan, 8.KH.Abdul Jalil
dari Curewetan Warnasari Pulomerak, 9.KH.Halimi Citangkil Warnasari Pulomerak,
10.K.Arifudin dari Citangkil Pulomerak, 11.KH.Asy’ary dari Lembang Warnasari
Pulomerak dan banyak lagi yang lainnya, setelah mereka kembali ke kampungnya,
membantu Kiyai dalam mengajarkan agama Islam di daerahnya masing-masing. Pada
tahun 1923 KH.Syam’un melaksanakan ibadah haji dengan mengendarai kapal laut,
tentunya memakan waktu yang cukup lama, sehingga beliau baru kembali dari
ibadah haji pada tahun 1925, kemudian sekembalinya dari Makkah beliau mengembangkan
pola pendidikan Madrasah Al-Khairiyah Citangkil, untuk melatih santri hidup
mandiri dan agar dewan guru terbantu dalam keuangan rumah tangganya, maka pada
tahun 1927 didirikan KOPERASI BUMI PUTERA CITANGKIL. Semakin lama semakin
tersebar kabar akan keberadaan Madrasah Al-Khairiyah Citangkil, santripun
berdatangan dari berbagai daerah sehingga pada tahun 1930 menambah lokal lagi dan membangun bangunan
diatas tanah WAKAF, adalah tanah yang diwakafkan pada tanggal 8 juli 1930 dari
wakif H.ABDUL MAJID bin SAKIM dan H.SITEM binti SAKIM seluas 4,5 Ha². Di atas
tanah wakaf tersebut dibangun gedung berbentuk melingkar, yaitu tiga gedung
madrasah, dua gedung Aula dan satu bangunan berbentuk menara yang akan
digunakan sekretariat (senat pelajar Al-Khairiyah) dan satu bangunan Idarah,
dan galian sumur yang lingkarannya +/-7M2 sangat besar, dan dapat menampung
sampai 30 orang sekali mandi atau mencuci. Juga dibangun empat gedung Asrama
Putra dan satu Asrama dikhususkan untuk para santri yang datang dari Kamasan,
sehingga dsebut Asrama Kamasan. Di tengah-tengah lingkaran gedung Madrasah
ditanami dua pohon Beringin dan tumbuh hingga besar dan tinggi. Pada tanggal 5
Mei 1925 dimulai sistim pendidikan berjenjang, yaitu dari kelas Nol (Awaliyah)
satu tahun, kelas ½ (Tahdiriyah) satu tahun. Kelas satu sampe kelas tujuh
ditempuh satu tahun setiap jenjang kelas (Pendidikan Sembilan Tahun), santri
atau siswa terdiri dari putra dan putri. Sistem ini mencontoh atau mengikuti
sistem dari Mesir. Mata pelajaran yang diajarkan sebagian besar pelajaran Agama
sedangkan sebagian kecilnya adalah mata pelajaran Umum. Pada tanggal 21 Juni 1931 didirikan suatu
organisasi yang diberi nama ‘JAM’IYAH NAHDLATUSY SYUBBANUL MUSLIMIN’ Artinya
Perkumpulan Kebangkitan Pemuda Islam, bermarkaz di Citangkil dengan susunan
pengurus sebagai berikut : Beschermheer :
KH.Syam’un, Advisuer : H. Abdul ‘Aziz Jombang Wetan. Voorzitte : KH.
Ali Jaya Delingseng. Vice voorzitter : H.Abdul Jalil Ciure. Secretaris I : Ust.
Masriya, siswa klas VII. Secretaris II :
M Syadeli Hasan siswa kelas VII. Penningmeester I : H. Abdurrahim Pengurus
Mesjid Citangkil. Penningmeester II : Halimi guru bantu Citangkil. Commisarisen
: 1. M Asy’ari kadulisung Pandeglang, 2.H.Hasan, Bolang Pontang.
3.Qamaruzzaman Pegantungan Serang, 4. Shahim Bebulak Cilegon 5. H. Tahir Temuputih
Cilegon. Kemudian untuk menjaga kualitas maka Kiyai melakukan pengkaderan
dengan mengirim santri terbaiknya ke Mesir, dan untuk pemberangkatan langsung
Kiyai yang mengantarkan, pada tahun 1933 dan yang dimaksud dua santri terbaik
yaitu, Abdul Fatah Hasan dan Syadeli Hasan. Mereka adalah kakak beradik berasal
dari Bojonegara. Tahun 1934 struktur
Madrasah Al-Khairiyah Citangkil sebagai Madrasah Pusat diadakan perubahan dari
struktur yang lama yaitu pengajaran sembilan tahun, menjadi tiga tingkatan
Madrasah sebagai berikut : 1.Madrasah Ibtidaiyah (Sekolah Dasar) dengan masa
belajar 6 (enam) tahun. 2.Madrasah Tsanawiyah (SLTP) dengan masa belajar 3 (tiga)
tahun. 3.Madrasah Mu’alimin dengan masa 2 (dua) tahun. Pada tahun 1940 2 (dua)
orang kader yang diberangkatkan ke Mesir telah kembali ke Madrasah Al-Khairiyah
Citangkil dan kemudian mereka mengabdi dan mengajar pada tingkat Tsanawiyah dan
Mu’alimin sejak kedatangan mereka berdua perkembangan Al-Khairiyah semakin
pesat.
VIII.
PENGARUH
JEPANG PADA AL-KHAIRIYAH
Tahun 1942 Jepang menduduki Pulau Jawa Umumnya dan Banten
khususnya termasuk didalamnya kampung Citangkil. Pendudukan Jepang tersebut
sebagaimana dimaklumi membawa perubahan-perubahan sebagai akibat dari keadaan
perang pada waktu itu, baik ekonomi, sosial politik maupun yang lain-lainnyanya.
Dalam masa pendudukan Jepang ini Madrasah Al-Khairiyah Pusat Citangkil
mengalami beberapa kesulitan, antara lain : Ekonomi, transportasi, komunikasi
dan lain-lain, sehingga Al-Khairiyah berjalan tidak lancar. Maka pada tahun
1943-1945 atas dasar kepentingan keamanan dan untuk jangka panjang, KH.Syam’un beserta sebagian anak
santrinya memasuki PETA dan dilatih oleh Jepang di Bogor. Selesai latihan,
beliau pulang dan membentuk di Serang
dan beliau sebagai Pimpinannya dengan sebutan ’Dai dan Choo’ dengan pangkat
Kolonel. Sejak tahun 1943, ke pemimpinan Madrasah Al-Khairiyah Citangkil
dipercayakan pada Ust. Syibromulisi Awi. Untuk melanjutkan peperangan melawan
Sekutu Jepang membutuhkan tenaga Bangsa
Indonesia. Oleh karena itu Jepang mem berikan kesempatan kepada bangsa
Indonesia untuk memasuki militer Jepang dengan nama Hei Hooatau tentara sukarela
dengan nama Pembela Tanah Air (PETA) atas dasar itulah KH.Syam’un dengan
beberapa san trinya memasuki PETA pada tahun 1943-1945.
MASA REVOLUSI 1945-1950 . Sejak terbentuknya BKR (Badan Keamanan Rakyat)
yang kemidian dirubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Devisi 1000/Banten,
dan kemudian dirubah menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) Brigade I Devisi
I Siliwangi KH.Syam’un tetap menjadi pimpinan merangkap dua jabatan yaitu,
sebagai Panglima tentara , dan sebagai Bupati Kepala Daerah Kabupaten Serang (pada
masa Revolusi) yang kemudian jabatan Panglima diserah terimakan kepada Letkol
dr, Eri Sudewo. Sejak saat itu hanya menjabat sebagai Bupati Serang, sedangkan
dalam kemiliteran hanya sebagai menjadi Opsir sedangkan pangkatnya adalah
Kolonel. Tanggal 23 Desember 1948 hari Kamis siang, Belanda masuk ke Kabupaten
Serang, kemudian pada malam harinya, malam Jum’at setelah shalat maghrib jam
16.30. beliau mau ditangkap tapi dapat meloloskan diri dan kemudian bersembuyi
disalah satu rumah warga di kota Serang. Pada pagi harinya yaitu hari Jum’at
KH.Syam’un meninggalkan kota Serang menuju daerah Gunung Sari begabung dengan
Markas Gerilyawan sektor I, disitulah beliau berkumpul sambil menyusun kekuatan,
yang selanjutnya menyerang Belanda. Ketika beliau melakukan gerilya melawan
Belanda di Bukit Cicaban Desa Kamasan Kecamatan Cinangka Kabupaten Serang,
beliau terkena penyakit dan meninggal dunia di sana (1 Jumadil Awal 1368) jam
09.00. dan dikebumikan di kampung Kamasan. Perguruan Islam Al-Khairiyah
Citangkil telah mengirimkan kadernya ke Negara-Negara Timur Tengah atau
Perguruan Tinggi Islam diantaranya : Tahun 1933-1940 tujuan ke Al-Azhar
Unversity, 1. Abdul Fatah Hasan 2.M.Syadeli Hasan, Tahun 1956-1965 ke
Universitas Al-Azhar Mesir, 1.Rahmatullah Syam’un 2.Qurtubi Jannah 3.Abdul
Wahab Afif 4.Sufri Muslim, pada hari Kamis tanggal, 15 Juli 1965, tiga orang
kembali sedangkan Rahmatullah Syam’un tidak kembali ke Tanah Air tapi beliau
bekerja di K.B.R.I. Di Mesir. Tahun 1960-1967 ke Perguruan Tinggi Madinah :
1.Fathullah Syam’un 2.Samhudi Abduh 3.M. Sadju Razak . Selanjutnya pengiriman
kader Madrasah Al-Khairiyah Pusat Citangkil tidak langsung tetapi melalui kerja
sama dengan beberapa Perguruan yang ada di Banten siantaranya : I. Melalui
Akademi Ilmu Al-Quran ke Mesir (1974), mereka adalah : 1.Rahimin Misja 2.Mahfud
Adrai. Melalui IAIN Serang juga ke Mesir bernama, M.Ramli Rasyidi. II. Tahun
1975 tiga orang tujuan ke Mesir, melalui Akademi Ilmu Al-Quran Serang, mereka
adalah : 1.Salimudin AR. 2.Syam’un ’Abduh 3.Sulaiman Yasin.
III.Pengiriman-pengiriman kader Al-Khairiyah ke luar negri baik Mesir atau
Timur tengah sejak tahun 1982 belum dilakukan kembali. Citangkil dengan
Madrasahnya memperkenalkan bangsa Indonesia pada dunia Internasionan khususnya
pada negara-negara Timur Tengah atau dunia Arab yaitu dunia Pendidikan Agama
Islam sejak jaman Kolonial hingga digesernya oleh Pabrik Baja P.T.Krakatau
Steel tahun 1973 . Mudah-mudahan dimasa
yang akan datang dan dengan generasi yang berkualitas dan baik akan dapat
kembali menjadi layaknya sesuai cita-cita, Para Pendiri, Para Pewkaf dan Para
Penyumbang Tenaga Gotong Royong saat dibangunnya MADRASAH AL-KHAIRIYAH PUSAT
CITANGKIL pertama kali. IX.GOTONG-ROYONG DALAM KENANGAN . Falsafah
nenek moyang kita adalah : Kerja sama, bersama-sama, saling bantu, sama rasa,
tenggang rasa, dan istilah yang umum disebut gotong royong. Rasa ini harus
ditanamkan pada jiwa setiap anak baik laki-laki atau perempuan, jiwa tolong
menolong atau gotong royong adalah jiwa asali bangsa Indonesia, dan ini sudah
terbukti sejak dahulu kala, sesuai pula dengan ajaran Agama Islam yang dibawa
oleh Muhammad SAW. Ada sebuah cerita tentang pengalaman yang benar –benar
terjadi disampaikan kepada anaknya, pada tanggal 3 Agustus 1930, ketika
masyarakat Citangkil bergotong royong membangun Madrasah Tengah, setelah
pembagian tugas oleh KH.Syam’un bin Alwiyan, sebagian dari masyarakat tigaskan
mengambil pasir dari kali Kerasmin, kali Kelosdro yaitu yang atasnya ada
Powotan Gelugu atau jembatan dari pohon Kelapa, yang biasa digunakan untuk penyebrangan
ke kampung Kubang Sawit atau Kubang Terate Desa Kotasari, kali Gerubugan yang
biasa ibu-ibu menggunakan mencuci pakaian dan kali Gerubugan bawah yang
biasanya bapak-bapak memandikan Kerbau atau Kuda baik sore hari atau siang. Mereka yaitu para bapak-bapak turun kekali
tersebut lalu menyilem untuk mengambil pasir dengan sebuh alat yang dianyam
dari bambu (pengki), kemudian setelah terkumpul dibawa ke Lembang, lokasi tanah
wakaf akan di didirikan atau dibangun Madrasah Al-Khairiyah. Kelompok pencarian
pasir ini dipimpin oleh Arifudin. Tiba-tiba terdengar suara rame, sorakan
orang-orang kelompok pencari kayu, hal ini menarik perhatian kelompok pencari
pasir yang tak jauh lokasinya, akhirnya mereka beramai-rami mendatangi sumber
suara tadi, ternyata pohon Kedingding yang ditebang merobohi kawat sinyal
Kereta Api, melihat kejadian tersebut bapak Marjuk kakaknya bapak Djamud
melaporkan pada Kiyai ‘ kiyai wit Kedingdinge ngerubuhi kawat Krete.... ‘
lapornya pada Kiyai, toli pegatah kawate ‘ tanya Kiyai’ enggeh.... kiyai, jawab
Marjuk. Kemudian Kiyai menuju tempat kejadian untuk memastikan kebenaran
laporan Marjuk tadi. Setelah dilihat ternyata benar adanya. Lalu Kiyai dengan
dampingi dua orang, yaitu H.Nurile dan H.Jak mendatangi kantor PJKA di
Krenceng, untuk melaporkan kejadian tadi. Ahirnya kawat tersebut diperbaiki
oleh petugasnya. Dari cerita ini dapat diambil pelajaran bahwa kerejasama
adalah penting. Kerjasama atau gotong royong ajaran para Rasulullah, sejak Nabi
Adam A.S. hingga Nabi kita Muhammad S.A.W. bila kita buka sejarah perjalanan
Nabi Nuh A.S. saat membuat perahu dikerjakan dengan cara gotong royomg, seluruh
umat Nabi Nuh bekerja sama saling bahu membahu sehingga perahu yng begitu besar
dapat diselesaikan dengan cepat, karena kekuatan orang banyak dapat meringankan
juga tidak memakan waktu dan tenaga. Begitu pula ketika kaum Quriasy
memperbaiki bangunan Ka’bah, dan saat Rasulullah ditunjuk untuk meletakkan
Hajar Aswad di tempatnya, semula rasul ditunjuk oleh pimpinan Quraisy
sendirian, namun ketika akan melakukan Rasul meminta pada yang lain untuk bersama-sama
beliau mau melakukan. Membangun Perguruan Islam Pusat Madrasah Al-Khairiyah
Citangkil pun dilakukan demikian, mengingat tanah dan bangunan adalah Wakaf
serta peruntukannya pun untuk pendidikan
dan kepentingan serta kemaslahatan Umat Islam dimanapun berada, hal ini menandakan
bahawa semua pihak harus merasa memiliki atau mempunyai hak dan tanggung jawab
yang sama baik penggunaan ataupun pemeliharaannya sesuai dengan ketentuan dan
aturan kesepakatan Nadzir serta ikrar Wakif /tujuan mewakafkan.
KATA
PENGANTAR
Selama ini di tengah-tengah masyarakat secara simpangsiur muncul
permasalahan tentang hubungan Masyarakat dan Krakatau Steel. Permasalahan ini ternyata
muncul dari permasalahan yang lebih mendasar, yaitu tentang hubungan Surat
Keputusan Gubernur Jawa Barat baik No. 62 atau 336 dan Aplikasi penjabaran SK.
Ini merupakan persoalan lama yang telah menimbulkan kontroversi di kalangan
tokoh masyarakat maupun petugas lapangan. Musyawarah sendiri pada hakekatnya
merupakan bagian dari upaya untuk menterjemahkan dikalangan Msyarakat dan
Perusahaan. Karena SK adalah Panduan yang mendasari Pembebasan tanah, maka
nyaris tidak ada satu perkara pun yang terlewatkan pengaturannya. Tanah yang
dibebaskan baik sawah atau daeat, Sarana sosial (makam, Mesjid, Mushalla dsb),
pekerjaan, dan aspek-aspek kemasyarakatan lainnya, semua sudah memperoleh
perhatian yang jelas dalam SK Gubernur JA-BAR dan kesepakatan antara PT.Krakatau
Steel dan Masyarakat. SK memberikan patokan-patokan dasar, sehingga memungkinkan
penerapannya pada tempat dan keadaan di lapangan. Dengan dasar SK demikian
seperti itu, tidak lain adalah untuk menebarkan nilai-nilai dalam setiap
kegiatan. Namun pada gilirannya di lapangan pihak-pihak tertentu mencoba
mempengaruhi agar ada keberpihakan padanya, sehingga pada ahirnya terjadi
tumpang tindih kebijakan yang berdampak negatif dan sulit dimengerti sampai
saat ini. Dan buku kecil ini disusun tidak ada maksud mengungkap keburukan,
kesalahan pribadi atau kelompok, hanya untuk mengembalikan memory kenangan,
pengalaman yang pernah dialami sebelumnya, dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat
bagi pembaca, penulis menyadari akan segala kekurangan, dan yakin disini banyak
kesalahan, kami berharap pada semua pembaca agar mengakui bahwa kesem purnaan
milik Allah, manusia hanya berusaha agar tidak terlalu sering berbuat salah .
Maka tegur sapa kami harapkan juga koreksi untuk kebaikan kedepan dan
selanjutnya. Terima Kasih......
Penulis : Mahrus Yusuf